Senin, 15 Desember 2008

The Hard Jakarta

Jakarta... kota inilah yang pilih sebagai tempatku menghabiskan masa dewasaku, semakin lama aku tinggal dikota ini aku semakin menyadari bahwa hidup dijakarta tak semudah dan seindah yang orang kira.
Adalah aku orang sebrang yang bermimpi menaklukan ibukota berbekal ijazah Pondok dan negara kucoba mencari peruntungan dengan menuntut ilmu di salah satu universitas islam di pinggiran kota jakarta sebelah selatan tepatnya di Ciputat, awalnya biasa saja sebagai newcomer aku masih ragu-ragu melangkah, masih takut kemana-mana, masih enggan pergi tuk menjelajah. kuambil zona teramanku dicangkang Ciputat untuk waktu yang cukup lama. Waktu itu Jakarta masih terasa indah tanpa cela masih mudah untuk kucerna dan kunikmati.
Namun kemudian aku bosan, terperangkap dalam zona kemudahan, mataku nyalang memandang kedepan melihat kolegaku telah terbang jauh meninggalkan aku, aku mengambil langkah serabutan kucoba melangkahkan satu kaki, kucoba untuk sedikit melangkah hati-hati. tapi kemudian aku mundur, zona nyamanku terasa terlalu indah tuk ditinggalkan terbang seakan belum menjadi pilihan aku menarik diri aku memilih untuk kembali
Waktu itupun datang, waktu disaat aku tak punya lagi pilihan, waktu seakan terbang dan berjuang adalah jawaban untuk setiap pertanyaan yang sering kulontarkan. Akupun terjun bebas, kutelusuri jalanan Jakarta, kucoba dari arah barat cukup jauh memang di Bogor sana namun zona itu masih aman, zona itu tidaklah menyimpan begitu banyak tantangan.
Namun Jakarta sudah mulai beraksi saat itu, taring taring kelelahan mulai mencengkram tapi aku bertahan dan sedikit kegirangan aha pikirku ini tempatku, aku suka eksistensiku diJakarta. Aku ketagihan aku ingin melihat lagi sisi lain Jakarta kupikir kalau memang yang harus kulewati hanya begini jakarta akan dengan mudah kutaklukan
Tapi aku salah kawan... Sisi kelam itu mulai terkuak, aku mulai tersadar bahwa inilah mengapa orang sering berkata; ibukota lebih kejam daripada ibu tiri. jika ingin tetap bertahan aku harus terus melawan meski tantangan seperti tak pernah ada habisnya, sering kali tantangan itu tak dapat kulawan, sering terkadang aku ingin menyerah dan kembali. tapi kota ini memang menyimpan misteri karena meski ia membuat hati dan jiwa terasa perih ia juga seperti seorang penari yang terus menggoda dengan segudang janji-janji.
Sebenarnya sebagai seorang anak tak ingin kutinggalkan kota ini karena aku telah berjanji pada hati dan diri untuk tinggal disini menjadi babat alas, menjadi orang yang membangun tempat untuk generasi- generasi setelahku....
Tapi sebagai diriku, kadang aku merasa sedikit ragu mungkinkah dapat kudidik generasi generasi baru itu agar mereka tak terkontaminasi racun-racun Jakarta, mampukah aku membentengi dan membekali mereka agar mereka dapat bertahan melewati terpaan badai kemaksiatan, gelombang indifference, dan arus deras globalisasi jakarta....
karena aku sendiri mulai merasa betapa aku sedikit demi sedikit... pelan- pelan dan dengan halus sekali aku mulai terjangkiti penyakit-penyakit hati, Jakarta yang keras dan angkuh ini membuat aku menjadi bukan aku yang dulu, jakarta telah mengubahku menjadi sosok yang lebih kuat dan tegar dan aku bersyukur untuk itu, tapi jakarta juga telah membentuk aku menjadi orang yang angkuh dan acuh aku mulai membnagun tembok kewaspadaan dan kecurigaan disekelilingku karena Jakarta, inilah Jakarta kota metropolitan yang jelita. this is the hard Jakarta

Tidak ada komentar: